beritamakassar.com – JAKARTA – Mahkamah Konstitusi ( MK ) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan juga delegasi presiden atau presidential threshold yang digunakan diatur pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). MK juga memberi penduan pada revisi UU Nomor 7 Tahun 2017, termasuk masalah semua parpol partisipan pilpres berhak usulkan calon presiden kemudian delegasi presiden.
MK mengabulkan gugatan nomor 62/PUU-XXI/2023 tentang persyaratan ambang batas calon partisipan pilpres. Putusan dibacakan di tempat Ruang Sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Suhartoyo.
Adapun norma yang diujikan oleh para Pemohon adalah Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menyatakan, pasangan calon diusulkan oleh partai urusan politik atau gabungan partai urusan politik kontestan pilpres yang tersebut memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah total kursi DPR atau memperoleh 25% dari ucapan sah secara nasional pada pemilihan raya anggota DPR sebelumnya.
“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga tidaklah mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Suhartoyo.
“Memerintahkan Pemuatan Putusan ini di Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” lanjutnya.
Sebelumnya, pada waktu membacakan bagian pertimbangan, Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan agar pembentuk undang-undang pada revisi UU 7 Tahun 2017, dapat melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Semua partai urusan politik partisipan pilpres berhak mengusulkan pasangan calon presiden serta duta presiden.
2. Pengusulan pasangan calon presiden lalu perwakilan presiden oleh partai kebijakan pemerintah atau gabungan partai kebijakan pemerintah bukan didasarkan pada persentase total kursi di area DPR atau perolehan pendapat sah secara nasional.