BeritaMakassar.com – JAKARTA – Pengamat Sosial, Ekonomi, dan juga Keagamaan, Anwar Abbas menyatakan bahwa pengadaan alat kontrasepsi bagi pelajar sekolah kemudian remaja bertentangan dengan konstitusi. Karena menurutnya bukan ada satu agama yang digunakan mentolerir praktik seks bebas.
“Jadi mengawasi terhadap amanat yang tersebut terdapat di Pasal 29 ayat (1) kemudian (2) dari UUD 1945 maka ketentuan menyangkut pengadaan alat kontrasepsi bagi anak siswa sekolah kemudian remaja ini adalah batal demi hukum dikarenakan isinya jelas-jelas tidaklah sesuai dengan yang mana diamanatkan oleh konstitusi, oleh sebab itu tidak ada ada satu agamapun yang diakui oleh negara dalam negeri ini yang tersebut mentolerir praktik seks bebas tersebut,” ujar Anwar pada keterangannya, Hari Sabtu (10/8/2024).
Dia pun mempertanyakan pada PP Nomor 28 Tahun 2024 terkait Pelaksanaan Undang-Undang Bidang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Aspek Kesehatan miliki dampak positif maupun negatif.
Misalnya oleh sebab itu dengan aturan yang disebutkan akan memperkuat bagi terbentuknya watak juga berkembangnya kemungkinan anak didik untuk mampu menjadi manusia yang tersebut beriman juga bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa juga akan berakhlak mulia atau justru pemerintah melegalkan lalu membolehkan partisipan didik untuk melakukan seks bebas.
“Rasa-rasanya jangankan akan menyokong bagi tercapainya maksud kemudian tujuan tersebut, tapi malah akan menciptakan partisipan didik menjadi tidaklah bermartabat dan juga tiada mampu menjadikan diri merekan menjadi manusia yang tersebut beriman dan juga bertakwa untuk Tuhan Yang Maha Esa dan juga mempunyai akhlak yang mana mulia,” jelasnya.
Oleh sebab itu peluncuran dari peraturan, kata Anwar, jelas tidak ada sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia yakni Pancasila lalu hukum dasar yang mana berlaku di dalam negeri ini yaitu UUD 1945.
Padahal pada Pasal 29 ayat (1) kemudian (2) dikatakan bahwa: (1) Negara berdasar melawan Ketuhanan Yang Maha Esa serta (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan juga untuk beribadat menurut agamanya kemudian kepercayaannya itu.
“Untuk itu kita meminta-minta pihak pemerintah agar mencabut ketentuan tersebut,” tutupnya.