BeritaMakassar.com – Kebijakan nilai tukar gas domestik telah dilakukan cukup lama menjadi polemik lalu perhatian rakyat di dalam sektor energi. Salah satu penyebabnya, sebab pada satu sisi bagi para pelaku usaha pada bidang penyediaan gas bumi, khususnya di dalam hulu lalu midstream, level nilai tukar gas domestik seringkali dinilai kurang menarik dari sudut pandang investasi.
Di sisi lain lain, namun demikian, meskipun mengklaim masih berupaya menjaga keseimbangan dunia usaha lalu iklim investasi, pemerintah merasa masih (masih) perlu mengatur biaya gas domestik guna menegaskan level tarif dapat terjangkau oleh para penggunanya di area pada negeri, khususnya pengguna pada sektor industri.
Secara umum, sejauh ini penetapan tarif gas domestik oleh pemerintah pada prinsipnya menggunakan dua pendekatan dasar. Pertama nilai gas ditetapkan dengan mendasarkan perhitungan kemudian pertimbangannya pada dinamika faktor pembentuknya.
Pemerintah secara berkala menetapkan besaran faktor pembentuk harga jual gas seperti keekonomian lapangan, indeksasi nilai minyak lalu gas bumi pada negeri kemudian internasional, nilai tambah, kemampuan daya beli kemudian biaya relatifnya terhadap harga jual energi substitusi. Pendekatan ini lebih banyak sejumlah digunakan di menentukan tarif jual gas untuk ekspor kemudian biaya jual gas untuk sektor lapangan usaha secara umum.
Kedua, tarif gas ditetapkan berdasarkan prinsip nilai masih (fixed price) pada tingkat pengguna akhir. Harga gas ini berlaku untuk sektor rumah tangga, pembangkit listrik juga tujuh bidang tertentu, yang tersebut kemudian dikenal sebagai Harga Gas Bumi untuk Industri Tertentu (HGBT). Harga gas untuk rumah tangga ditetapkan sebesar US$ 4,72 per MMBTU, sementara nilai tukar gas untuk listrik kemudian tujuh sektor tertentu ditetapkan sebesar US$ 6 per MMBTU.
Kebijakan juga Harga di area Sejumlah Negara
Pilihan kebijakan biaya dalam banyak negara lain, di tempat kawasan ASEAN misalnya, pada dasarnya dapat menjadi referensi bagi pemerintah di area pada terus menyempurnakan kebijakan nilai tukar gas domestik yang ada. Negara Malaysia telah lama lama melakukan reformasi kebijakan nilai tukar gas untuk menjaga daya tarik pembangunan ekonomi dan juga meningkatkan efisiensi sektor gasnya.
Hal itu dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan mekanisme pangsa kemudian subsidi proporsional tertarget pada di penetapan nilai tukar gasnya. Pendekatan mekanisme bursa dilaksanakan dengan menetapkan Tanah Melayu Reference Price (MRP) yang dievaluasi setiap tiga bulan.
MRP mengacu pada nilai tukar rata-rata tertimbang (Weighted Average Price/WAP) gas alam cair (LNG) secara free–on–board (FOB Basis) yang digunakan diekspor ke mancanegara ke luar Malaysia. Selain itu, pemerintah Tanah Melayu juga memberikan wewenang terhadap Petronas Gas untuk menentukan nilai tukar jual terhadap pengguna akhir sesuai dengan biaya keekonomian.
Di pada upaya menjaga daya beli, pemerintah Tanah Melayu tercatat meregulasi tarif transportasi untuk bidang kecil serta memberikan subsidi gas pipa untuk sektor ketenagalistrikan. Kebijakan penetapan tarif transportasi untuk lapangan usaha kecil berlaku hingga 2022 sementara subsidi gas pipa untuk sektor ketenagalistrikan masih berlaku hingga pada waktu ini.
Seperti halnya Malaysia, Thailand juga Vietnam juga menggunakan mekanisme bursa sebagai pendekatan utama pada menetapkan nilai gas domestiknya. Pasar gas domestik di tempat Thailand ketika ini relatif bersifat kompetitif dengan kombinasi banyak kebijakan untuk menjaga daya saing di tempat tingkat pengguna akhir.
Di sektor hulu, tarif gas domestik ditetapkan dengan mempertimbangkan rata-rata tarif keekonomian gas dari berbagai sumber pasokan. Sementara di area sektor midstream, PTT sebagai pemegang izin usaha transportasi dan juga niaga diberikan kewenangan untuk menegosiasikan nilai secara dengan segera dengan pelanggannya.
Pemerintah melalui Energy Policy and Planning Office (EPPO) cuma mengatur tentang batasan margin dan juga tarif transmisi. Sementara besaran tarif distribusi ditentukan oleh kesepakatan badan perniagaan berdasarkan mekanisme business–to–business (B to B.)
Penetapan margin usaha gas di area Thailand ditetapkan bervariasi lalu bergantung pada tingkat risiko yang harus ditanggung badan perniagaan juga jangka waktu kontrak. Sementara tarif jaringan transmisi tercatat ditetapkan seragam untuk seluruh pelanggan gas, namun dengan tetap memperlihatkan didasarkan menghadapi pertimbangan margin pengembalian usaha yang tersebut layak.
Data Asia-Pacific Economic Cooperation menyebutkan, tingkat pengembalian penanaman modal yang mana dipandang layak juga kompetitif adalah sekitar 18% untuk jaringan pipa lama dan juga 12% untuk pipa baru. otoritas Thailand juga menetapkan sebagian langkah strategis untuk menjaga keekonomian proyek, di tempat antaranya dengan mengintegrasikan jaringan transmisi sebagai bagian dari keekonomian proyek hulu.
Selain itu, sentralisasi sektor pengguna gas di tempat wilayah tertentu seperti di tempat sekitar wilayah Gulf of Thailand juga dilaksanakan untuk meningkatkan efisiensi dan juga efektivitas bisnis. Penerapan penetapan tarif gas dalam Thailand namun juga tidak ada selalu dilaksanakan melalui pendekatan mekanisme pasar.
Dalam kondisi tertentu, pemerintah Thailand tercatat juga menugaskan badan usaha untuk mempertahankan tarif pada level tertentu, dengan memberikan kompensasi dengan segera untuk badan usaha.
Dibandingkan dua negara lainnya, Vietnam adalah negara yang digunakan relatif paling mendasarkan mekanisme lingkungan ekonomi sebagai basis di menentukan biaya gas domestiknya. Harga pada rantai perusahaan gas bumi pada Vietnam ditetapkan melalui kesepakatan business–to–business dengan PetroVietnam Gas sebagai pemegang izin transportasi serta niaga di tempat Vietnam.
Harga kepala sumur ditetapkan berdasarkan tingkat keekonomian pengembangan lapangan serta kesepakatan kegiatan bisnis antara kontraktor serta PetroVietnam Gas. Keekonomian juga kesepakatan tingkat nilai tukar gas dalam kepala sumur didasarkan pada formula juga dinamika pergerakan biaya minyak kemudian gas internasional.
Mekanisme mirip juga berlaku dalam pada penetapan nilai di area tingkat konsumen akhir. Harga jual gas dinegosiasikan antara PetroVietnam kemudian setiap pengguna akhir. Dalam situasi tertentu, konsumen juga dapat secara langsung bernegosiasi lalu melakukan penandatanganan kontrak jual beli gas dengan produsen gas.
Berbagai mekanisme penetapan harga jual gas pada melawan tercatat cukup efektif efektif pada menjaga level harga jual gas domestik dalam tiga negara yang disebutkan pada level moderat. Publikasi International Gas Union (IGU, 2022) menyebutkan, di area tingkat pengguna akhir nilai tukar gas di tempat Tanah Melayu berada pada kisaran US$ 6,6 hingga US$ 8,35 per MMBTU.
Sementara itu, level tarif gas di tempat Thailand berada pada kisaran US$ 7,01 sampai US$ 8,35 per MMBTU, juga Vietnam ada pada kisaran US$ 6,39 per MMBTU. Rentang tarif gas yang dimaksud dapat dikatakan relatif moderat lalu masih cukup kompetitif mengingat variasi rentang harga jual gas di area tingkat pengguna akhir untuk wilayah Asia tercatat cukup beragam dengan rentang yang dimaksud lebar, yaitu berkisar antara US$ 6 per MMBTU hingga US$ 34 per MMBTU.
Kondisi yang tersebut sejenis juga tercermin pada sektor midstream. Biaya transportasi gas di area Malaya tercatat berkisar antara US$ 1,44 hingga US$ 3,19 per MMBTU, di area Thailand berkisar antara US$ 2,04 hingga US$ 3,37 per MMBTU, dan juga di tempat Vietnam berada pada kisaran US$ 1,39 per MMBTU. Merujuk pada publikas yang tersebut sama, rentang biaya transportasi serta distribusi gas pada beberapa negara Asia sendiri juga tercatat relatif lebar, yaitu berkisar antara US$ 0,5 hingga US$ 26 per MMBTU.
Lessons Learned
Dari deskripsi kondisi dalam atas, beberapa hal menarik untuk disimak lalu mungkin saja dapat dijadikan pembelajaran bagi kita. Pertama, level tarif gas dan juga biaya transportasinya bervariasi lalu bahkan dapat berada pada rentang yang sangat lebar.
Hal ini secara implisit menegaskan bahwa pendekatan penyeragaman nilai gas lalu biaya transportasinya pada suatu hitungan absolut lalu rigid bukanlah merupakan sebuah pilihan yang tersebut cukup rasional secara ekonomi, pun dari berbagai sudut pandang.
Basis utama pendekatan di dalam di kebijakan juga penentuan biaya gas lalu biaya transportasi gas di area setiap negara pada dasarnya adalah rasionalitas juga kelayakan tingkat keekonomian di dalam setiap mata rantainya, kemudian bukanlah sekadar menitikberatkan hanya sekali pada salah satu objektif tertentu di tempat pengguna akhir.
Kedua, berkenaan dengan hal itu, dinamika juga pergerakan faktor-faktor yang mana membentuk serta mempengaruhi tingkat keekonomian pengadaan gas di dalam setiap mata rantainya, seperti halnya harga jual minyak lalu gas internasional, sumber pasokan gas, pemuaian biaya transportasi gas, diakomodir di area di komponen tarif yang dimaksud dapat bergerak naik turun pada batas tertentu dan juga dalam di penerapannya menjadi subjek untuk evaluasi secara berkala.
Pengaturan nilai yang digunakan diadakan tiada terdiri dari penetapan batasan tarif nominal secara absolut, lalu tetap, tetapi tambahan pada pengaturan rentang kisaran untuk mengakomodir inovasi faktor lalu variabel dunia usaha pembentuknya yang mana juga dinamis terhadap waktu.
Ketiga, di kaitan dengan upaya pencapaian objektif tertentu dari pemerintah, intervensi di dalam di bentuk pengaturan nilai secara segera cenderung dihindari juga dimininalkan. Subsidi, kompensasi, atau insentif untuk subjek pengguna gas diberikan secara secara langsung dan juga tertarget, sehingga level tarif pada setiap mata rantai penyediaan gas domestik tetap memperlihatkan berada pada tingkatan yang memberi sinyal kelayakan ekonomi dan juga sinyal kepastian pengembalian pembangunan ekonomi yang mana menarik.
Kiranya tak ada salahnya jikalau kita mengadopsi beberapa hal dalam berhadapan dengan untuk memperbaiki satu-dua kebijakan terkait harga jual gas domestik kita, HGBT atau pengaturan toll fee pipa misalnya, yang mungkin saja pada waktu ini belum cukup optimal.