www.BeritaMakassar.com – MOSKOW – Amerika Serikat (AS) sedang menyiapkan panggung untuk kudeta ala tanah Ukraina dalam Georgia dengan mengobarkan membantah mendekati pemilihan parlemen musim gugur ini. Itu diperingatkan Dinas Intelijen Luar Negeri Rusia (SVR).
SVR mengklaim, mengutip informasi intelijen yang mana tersedia, bahwa Gedung Putih “sangat tidak ada senang” dengan situasi dalam Georgia. Pasalnya, oposisi yang mana dikendalikan Washington masih terpecah-pecah, meskipun ada upaya Negeri Paman Sam untuk mengonsolidasikannya mendekati pemilihan umum mendatang yang mana dijadwalkan pada tanggal 26 Oktober.
Menurut SVR, Negeri Paman Sam khawatir kemenangan gemilang akan memberi partai Mimpi Georgia yang tersebut berkuasa kesempatan yang dimaksud cukup untuk melanjutkan jalan kedaulatannya sambil menolak tuntutan Barat yang digunakan bertentangan dengan kepentingan nasional negara tersebut.
Pada pada waktu yang tersebut sama, Amerika Serikat “sedang mempersiapkan revolusi warna” di area Georgia, badan yang disebutkan menyatakan, mengklaim bahwa LSM lokal yang berpihak pada Barat merekrut lebih besar berbagai pengamat untuk memantau pemungutan suara, yang kemudian akan menuduh partai yang tersebut berkuasa di area Georgia melakukan kecurangan pada pemilihan umum.
“Pada ‘Tbilisi Maidan’ dia berencana untuk mengungkap ‘bukti kecurangan pemilu’, menolak untuk mengakui hasil pemilihan umum juga menuntut inovasi kekuasaan. Badan penegak hukum akan terprovokasi untuk menggunakan kekerasan untuk menekan protes. Pada pada waktu yang tersebut sama, Amerika sedang menyusun opsi untuk respons kebijakan pemerintah serta ekonomi yang tersebut ‘menghancurkan’ terhadap pemakaian kekuatan yang digunakan ‘berlebihan’ oleh pihak berwenang terhadap ‘warga negara yang mana cinta damai,’” kata SVR di sebuah pernyataan.
Hubungan antara Georgia kemudian Barat, khususnya AS, memburuk pasca Georgia mengesahkan undang-undang ‘agen asing’ yang mana kontroversial, yang dimaksud mengharuskan organisasi nirlaba, outlet media, serta individu yang menerima lebih besar dari 20% pendanaan dia dari luar negeri untuk mendaftar sebagai entitas yang “mempromosikan kepentingan kekuatan asing.”
Sementara para pendukungnya berpendapat bahwa undang-undang itu akan membantu meningkatkan transparansi media, para pengkritiknya telah terjadi mencapnya sebagai ‘hukum Rusia’ dikarenakan kemiripannya dengan undang-undang yang dimaksud disahkan oleh tetangganya pada tahun 2012, meskipun kedua undang-undang yang disebutkan pada berbagai hal meniru Undang-Undang Pendaftaran Agen Eksternal Amerika Serikat tahun 1938 (FARA).
Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyatakan awal bulan ini bahwa ia “kecewa” dengan undang-undang tersebut, yang ia gambarkan sebagai “tidak demokratis.” Departemen Luar Negeri Amerika Serikat juga telah lama mengumumkan pembatasan visa bagi individu “yang bertanggung jawab atau terlibat di upaya merusak demokrasi di dalam Georgia, juga anggota keluarga mereka.”













