News  

Akhirnya Terbongkar di Mata Najwa Kenapa Jokowi ‘Takut’ Jakarta Lockdown karena Corona, Anies Tahu?

Presiden RI, Jokowi tampil sebagai narasumber program siaran Mata Najwa di Trans 7, Rabu (22/4/2020). Akhirnya terungkap di Mata Najwa kenapa Presiden Jokowi tak mau Jakarta lockdown karena Covid-19, Gubernur Anies Baswedan tahu?

BeritaMakassar.com – Akhirnya terbongkar di acara Mata Najwa kenapa Presiden Jokowi sangat “takut” jika Jakarta lockdown karena Virus Corona atau Covid-19.

Apakah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan tahu?

Desakan Jakarta lockdown karena menjadi episentrum penyebaran Virus Corona hanya bisa berbuah PSBB.

Begitu juga dengan di daerah lain.

Kenapa pemerintahan Jokowi tak mau ada lockdown?

Presiden RI, Joko Widodo atau Jokowi buka-bukaan soal anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai seluruh kebutuhan masyarakat DKI Jakarta jika diberlakukan karantina wilayah atau lockdown.

Jokowi mengatakan, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 550 miliar per hari.

” Karantina wilayah itu kan sama dengan lockdown. Artinya apa, masyarakat harus hanya di rumah. Bus berhenti, enggak boleh keluar. Taksi berhenti, ojek berhenti, pesawat berhenti, MRT berhenti, KRL semuanya berhenti, hanya di rumah,” ujar Jokowi saat diwawancarai di program TV Mata Najwa, Rabu (22/4/2020).

“Untuk Jakarta saja pernah kami hitung-hitungan per hari membutuhkan Rp 550 miliar. Hanya Jakarta saja. Kalau Jabodetabek 3 kali lipat. Itu per hari,” lanjut Jokowi mengatakan.

Tuan rumah Mata Najwa, Najwa Shihab, lantas bertanya apakah hal itu menunjukkan pemerintah tak memiliki cukup dana untuk menerapkan lockdown.

Jokowi pun membantah.

Ia mengatakan, pemerintah tak ingin meniru negara lain yang memberlakukan lockdown untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai, tak ada negara yang sukses memutus mata rantai penularan Covid-19 dengan melakukan lockdown.

“Enggak ada menurut saya. Coba tunjukkan. Enggak ada. Karena setiap hari saya selalu ada briefing kertas yang di situ diinformasikan mengenai negara yang a,b,c melakukan apa, hasilnya apa. Kemudian di sana kasus positif berapa, yang meninggal berapa. Itu ada,” tutur Jokowi.

“Jadi dalam memutuskan setiap negara itu beda-beda. Karena karakternya beda, tingkat kesejahteraannya beda, tingkat pendidikan berbeda, tingkat kedisiplinan berbeda, geografis berbeda, kemampuan fiskal berbeda. Enggak bisa kita disuruh meniru negara lain,” lanjut Presiden Jokowi mengatakan.

Seperti diketahui, pemerintah lebih memilih menerapkan PSBB dibandingkan opsi karantina wilayah dalam menangani wabah Virus Corona.

Yusril: Pemerintah Khawatir Tak Mampu Penuhi Kebutuhan Warga

Mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa pemerintah tak mengambil opsi karantina wilayah sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan untuk mengatasi Covid-19 karena khawatir tak mampu menanggung kebutuhan masyarakat selama proses karantina berlangsung.

Ia juga menduga saat ini pemerintah tidak memilih menerapkan karantina wilayah karena khawatir dengan masalah ekonomi.

Menurut Yusril Ihza Mahendra, karantina wilayah hampir sama dengan lockdown yang dikenal di negara-negara lain seperti Malaysia dan Filipina.

Definisinya yakni suatu daerah atau suatu kota dinyatakan tertutup sehingga orang tidak diizinkan keluar atau masuk ke daerah atau kota itu.

Dengan demikian, sesuai undang-undang, kewajiban menyediakan kebutuhan dasar masyarakat, seperti sembako, listrik, dan air bersih di daerah yang dikenakan karantina wilayah itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

“Bayangkan jika Jakarta saja dikenakan karantina wilayah maka pemerintah pusat harus menyediakan sembako buat sekitar 14 juta orang, entah untuk berapa lama,” kata Yusril Ihza Mahendra melalui keterangan tertulis, Rabu (1/4/2020) malam.

Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa karantina yang dilakukan tanpa persiapan memang bisa berdampak negatif terhadap masyarakat.

Dia kemudian mencontohkan India.

“Bisa-bisa kita seperti India. Lockdown yang dilakukan tanpa persiapan matang, bisa membuat rakyat kalang-kabut dan akhirnya kelaparan,” kata dia.

Yusril Ihza Mahendra (DOK TRIBUNNEWS.COM)

Namun, menurut dia, PSBB yang dipilih pemerintah untuk mengatasi penyebaran wabah Covid-19 juga berpotensi gagal lantaran ada hal yang tak bisa dioperasionalkan pemerintah daerah dalam prosesnya.

Ia menilai, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 tak menjelaskan secara rinci bagaimana pemda membatasi arus keluar-masuk orang dan barang sebagai salah satu bentuk PSBB.

Sebab, menurut Yusril, suatu daerah tidak berwenang membuat aturan yang menjangkau daerah lain di luar yurisdiksinya.

Yusril Ihza Mahendra menambahkan, PSBB baru efektif jika Polri dan TNI dilibatkan dalam menjaga arus keluar-masuk orang dan barang di suatu daerah.

“Apakah untuk efektivitas pembatasan mobilitas orang dan barang itu Pemda setempat dapat meminta bantuan polisi atau malah TNI misalnya. Hal itu tidak diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 ini,” kata Yusril Ihza Mahendra.

“Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan juga tidak memberikan kewenangan kepada polisi untuk mengawasi keluar masuknya orang di daerah yang memberlakukan PSBB. Pemda hanya dapat mengerahkan Satpol PP yang berada di bawah Pemda,” tutur dia.

Ia mengatakan, polisi baru berwenang melakukan pengawasan keluar masuk orang dari suatu wilayah ke wilayah lain jika pemerintah pusat memutuskan untuk melaksanakan karantina wilayah sebagaimana diatur Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Nonor 6 Tahun 2018.

Dengan demikian, ia mengatakan, pemerintah tak punya pilihan lain untuk mempersiapkan opsi pemberlakuan karantina wilayah.

“Jika keadaan makin memburuk dugaan saya pemerintah tidak akan punya pilihan lain kecuali menerapkan karantina wilayah, sebuah konsep yang mendekati konsep lockdown yang dikenal di beberapa negara, dengan segala risiko ekonomi, sosial dan politiknya,” kata Yusril Ihza Mahendra.

“Karena itu selama penerapan PSBB ini, saya sarankan pemerintah bersiap menghadapi risiko terburuk kalau akhirnya tidak punya pilihan lain menghadapi wabah virus corona, kecuali memilih menerapkan karantina wilayah, jika pandemi ini ternyata tidak mampu dihadapi dengan PSBB,” ucap dia.

Merujuk pada Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan diatur berbagai cara dalam penerapan karantina kesehatan antara lain isolasi, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan PSBB.

Dari sisi anggaran, untuk karantina rumah sakit dan karantina wilayah, kebutuhan dasar seperti kebutuhan makan yang berada di dalam zona karantina tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah (APBN).

Pasal 55 ayat (1) yang menyatakan, selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

Sementara dalam penerapan PSBB, pada pasal 59, tidak dicantumkan pemenuhan kebutuhan dasar, baik manusia maupun ternak di zona karantina.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ‘ Jokowi Ungkap Anggaran untuk “Lockdown” Jakarta, Rp 550 Miliar per Hari ‘ dan ‘ Soal Karantina Wilayah, Yusril Nilai Pemerintah Khawatir Tak Mampu Penuhi Kebutuhan Warga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *