Bisnis  

Tambang, Kemakmuran Semu, kemudian Krisis Pangan

Tambang, Kemakmuran Semu, kemudian Krisis Pangan

www.BeritaMakassar.com – Bambang Tri Daxoko
Staf di area Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN)
Alumnus Proyek Studi Keilmuan Gizi IPB University

BEBERAPA waktu terakhir, umum diramaikan dengan kebijakan pemerintah pusat memberikan konsesi lahan tambang untuk organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan. Tak ayal ditemukan beragam respons kritis melawan kebijakan ini, mulai dari tokoh rakyat hingga organisasi rakyat bahkan juga menyatakan sikap penolakan.

Lalu berbagai pula ormas keagamaan yang tersebut sudah merespons kebijakan ini. Ada yang digunakan menolak secara tegas, ada yang digunakan masih mempertimbangkannya, serta ada pula yang dimaksud menerima tawaran mengatur tambang dengan cepat. Bahkan yang mana terbaru, dua ormas keagamaan Islam terbesar dalam Indonesia yaitu PB Nahdlatul Ulama (PBNU) kemudian PP Muhammadiyah sudah menerima tawaran tersebut.

Kebijakan tambang bagi ormas keagamaan didasarkan Peraturan pemerintahan (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan eksekutif Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Acara Usaha Pertambangan Mineral lalu Batubara.

Peraturan yang digunakan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2024 ini memuat Pasal 83A ayat (1) yang dimaksud berbunyi ‘dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dijalankan penawaran secara prioritas untuk Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan’.

Lebih lanjut, pada penjelasan Pasal 83A Ayat (1) menerangkan bahwa otoritas Pusat berwenang melakukan penawaran WIUPK secara prioritas dimaksudkan guna memberikan kesempatan yang digunakan serupa lalu berkeadilan di pengelolaan kekayaan alam.

Dari beberapa ulasan peraturan tersebut, kita sanggup temukan minimalnya dua alasan kebijakan ini ditetapkan. Pertama, pada rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kedua, guna memberikan keadilan di pengelolaan sumber daya alam. Lantas penting bagi kita memunculkan pertanyaan di tempat benak. Apakah benar konsesi tambang diberikan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat? Bagaimana kesejahteraan dan juga keadilan yang mana dibayangkan oleh pengambil kebijakan di tempat negeri ini?

Kesejahteraan seperti Apa yang tersebut Dibayangkan?

PBNU serta PP Muhammadiyah berdalih bahwa penerimaan terhadap tawaran konsesi tambang ini telah lama mengedepankan pertimbangan matang. Bahkan disebutkan akan pro terhadap kesejahteraan sosial lalu kelestarian lingkungan hidup. Maka kita perlu meninjau ulang terkait salah dua komitmen dari kedua ormas keagamaan ini dengan kondisi yang mana terjadi pada waktu ini.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, realisasi PNBP dari penerimaan sumber daya alam yang tersebut dalam dalamnya termasuk pertambangan minerba sebesar Rp223,3 triliun atau 8,5% dari total realisasi penerimaan atau pendapatan negara. Selain itu, realisasi jumlah total tenaga kerja di dalam sektor pertambangan pada 2023 sebanyak 308.107 orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) serta 2.074 orang Tenaga Kerja Eksternal (TKA).

Meski begitu, dampak dengan segera dari aktivitas lapangan usaha ekstraktif khususnya pertambangan di dalam tingkat tapak perlu ditinjau dengan seksama. Penelitian Celios dan juga Greenpeace yang dimaksud baru sekadar dirilis pada Juni 2024 berjudul Kemakmuran Semu di tempat Industri Ekstraktif memberikan deskripsi perbedaan dari beberapa indikator tingkat kesejahteraan antara desa yang mana bergantung pada pertambangan kemudian non-pertambangan.

Penelitian yang menggunakan data Survei Kemungkinan Desa (PODES) Badan Pusat Statistik ini menunjukkan bahwa desa yang dimaksud bergantung terhadap sektor pertambangan berisiko mengalami penurunan kualitas hidup dari makhluk hidup yang mana tinggal di dalam area tersebut. Meskipun penelitian ini masih menyoroti kualitas hidup manusia saja. Aktivitas pertambangan telah terjadi menyebabkan pencemaran air, tanah hingga udara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *