[ad_1]
Ini merupakan pekerjaan rumah PUPN untuk bisa menyelesaikan berkas-berkas ini semoga bisa kita laksanakan dan ada pemasukan kepada negara untuk membiayai kebutuhan
Jakarta (ANTARA) – Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) menyebutkan hingga saat ini jumlah piutang negara dan daerah yang diurus PUPN berjumlah 50.679 Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) aktif dengan outstanding mencapai Rp76,89 triliun per 11 November 2021.
Kepala Subdirektorat Piutang Negara II Sumarsono menyatakan hal tersebut merupakan pekerjaan rumah bagi PUPN untuk segera menyelesaikan BKPN agar dapat menambah pemasukan bagi negara sehingga mampu membiayai berbagai pembangunan.
“Ini merupakan pekerjaan rumah PUPN untuk bisa menyelesaikan berkas-berkas ini semoga bisa kita laksanakan dan ada pemasukan kepada negara untuk membiayai kebutuhan,” katanya di Jakarta, Jumat.
PUPN sendiri merupakan panitia yang bersifat interdepartemental dengan keanggotaan dari Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah, Kepolisian, dan Kejaksaan yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
Selain itu PUPN memiliki Indikator Kinerja Utama (IKU) yang dilakukan bersama Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk melakukan penurunan nilai kasus piutang negara.
Sumarsono menuturkan PUPN memiliki target menurunkan outstanding piutang sebesar Rp2.261 triliun dan BKPN yang berjumlah 50.679 harus diturunkan menjadi 19.760 pada tahun ini.
Sementara hingga saat ini PUPN telah melakukan penurunan jumlah piutang negara dan daerah sebesar Rp2.238 triliun dari target Rp2.261 triliun.
Baca juga: Kemenkeu: Potensi piutang negara kena keringanan Rp1,17 triliun
Di sisi lain Sumarsono mengatakan untuk BKPN baru terselesaikan sebanyak 18.332 berkas dari target 19.760 BKPN.
Ia menjelaskan pengurusan piutang negara dapat diserahkan kepada PUPN dengan syarat kualitas piutang telah macet serta sudah dilakukan penagihan secara optimal oleh K/L namun tetap tidak berhasil secara tertulis dan/atau upaya optimalisasi.
Upaya optimalisasi itu meliputi restrukturisasi, kerja sama penagihan, parate eksekusi, crash program, gugatan ke pengadilan, penghentian layanan kepada debitur, hibah ke pemerintah daerah, penyertaan modal negara, penjualan hak tagih, serta debt to asset swap.
Syarat lainnya adalah adanya dan besarnya piutang negara telah pasti menurut hukum serta dilengkapi dokumen sumber dan dokumen pendukung terjadinya piutang negara.
Kemudian syarat terakhir adalah dilengkapi resume piutang negara berupa diantaranya identitas K/L, debitur, jumlah rincian utang, alasan macet, dan upaya penagihan yang telah dilakukan.
Dalam proses kepengurusan piutang negara, PUPN berwenang salah satunya melaksanakan penyitaan aset debitur yang tidak mampu dan/atau tidak beritikad melunasi kewajibannya.
Berdasarkan UU Nomor 49 Prp Tahun 1960 Jo Peraturan Menteri Keuangan nomor 102 tahun 2017 (PMK 102/2017), PUPN berwenang membuat pernyataan bersama dan menerbitkan surat paksa.
PUPN juga berwenang melaksanakan penyitaan, menerbitkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan melalui lelang dan menerbitkan Surat Perintah Paksa Badan.
Adapun aset yang disita oleh PUPN dari debitur akan digunakan untuk mengembalikan hak negara atas piutang yang telah dikeluarkan.
Upaya pengembalian hak negara dimaksud diantaranya dengan menjual aset tersebut baik melalui lelang maupun tanpa melalui lelang. Selain itu, debitur dapat pula melakukan penebusan atas aset dimaksud kepada PUPN.
Baca juga: Lakukan reformasi, Kemenkeu serahkan pengelolaan piutang negara ke K/L
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2021