Berita  

Minyak “rebound” setelah anjlok sesi sebelumnya, meskipun dolar kuat

[ad_1]

New York (ANTARA) – Harga minyak menetap sedikit lebih tinggi pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), saat pasar bergulat dengan dolar AS yang lebih kuat bersama kekhawatiran atas peningkatan inflasi AS, dan setelah OPEC memangkas perkiraan permintaan minyak 2021 karena harga yang tinggi.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari naik 23 sen atau 0,28 persen, menjadi ditutup pada 82,87 dolar AS per barel. Brent anjlok 2,5 persen di sesi sebelumnya setelah mencapai level tertinggi tiga tahun di atas 86 dolar AS bulan lalu.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Desember bertambah 25 sen atau 0,3 persen, menjadi menetap di 81,59 dolar AS per barel. Pada Rabu (10/11/2021), WTI kehilangan 3,3 persen dalam penurunan terbesar dalam seminggu.

Kompleks energi diperdagangkan lebih tinggi menjelang akhir sesi karena keyakinan bahwa permintaan pascapandemi akan semakin menguat dalam beberapa bulan mendatang.

“Harga tertinggi baru terbentang di depan karena unsur-unsur yang dibutuhkan untuk menempatkan posisi teratas di pasar ini tetap sulit dipahami, yaitu permintaan minyak global melebihi produksi baru,” kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates LLC di Galena, Illinois.

Baca juga: Minyak stabil di Asia, setelah jatuh saat AS lepas cadangan strategis

Namun, tingkat pengembalian permintaan dapat dikurangi oleh harga energi yang lebih tinggi menurut Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Kartel mengatakan dalam laporan bulanan, mereka memperkirakan permintaan minyak rata-rata 99,49 juta barel per hari (bph) pada kuartal keempat 2021, turun 330.000 barel per hari dari perkiraan bulan lalu.

“Perlambatan dalam laju pemulihan pada kuartal keempat 2021 sekarang diasumsikan karena kenaikan harga energi,” kata OPEC dalam laporan itu, juga mengutip permintaan yang lambat di China dan India.

Pada Rabu (10/11/2021), data AS menunjukkan inflasi harga konsumen naik pada Oktober dengan tingkat tahunan sebesar 6,2 persen, tercepat dalam 30 tahun, sebagian besar didorong oleh harga energi yang terlalu mahal. Ekspektasi bahwa data akan mendorong kenaikan suku bunga AS mengangkat dolar lebih tinggi dan mengirim minyak mentah Brent dan WTI masing-masing turun 2,5 persen dan 3,3 persen.

Pada Kamis (11/11/2021), dolar naik ke level tertinggi hampir 16 bulan terhadap euro dan mata uang lainnya karena spekulasi pada kenaikan suku bunga.

Baca juga: Harga minyak anjlok, diguncang oleh ketakutan inflasi

OPEC melihat konsumsi dunia melampaui angka 100 juta barel per hari pada kuartal ketiga 2022, tiga bulan lebih lambat dari perkiraan bulan lalu. Kelompok produsen telah mengutip jalur permintaan yang tidak pasti sebagai alasan utama mengapa tidak akan meningkatkan pasokan untuk memenuhi permintaan lebih banyak minyak mentah dari Amerika Serikat.

Minyak mentah Brent telah naik lebih dari 60 persen tahun ini dan mencapai level tertinggi tiga tahun di 86,70 dolar AS per barel pada 25 Oktober. Namun, harga minyak tampaknya berkonsolidasi di bawah 85 dolar AS per barel, Norbert Rucker, kepala ekonomi di Julius Baer, ​​mengatakan dalam sebuah catatan.

“Kita bisa melihat tanda-tanda awal transisi fundamental menuju pasar yang melemah, paling tidak karena permintaan minyak hanya akan tumbuh secara bertahap ke depan dengan peningkatan pasokan minyak serpih AS.”

Baca juga: Harga minyak naik di pasar Asia, setelah stok AS tak terduga merosot

Baca juga: Minyak naik dipicu prospek permintaan lebih tinggi dan pasokan ketat

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Subagyo
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *