BeritaMakassar.com –
Jakarta – Meta (Facebook, Instagram, WhatsApp) terang-terangan mengungkap temuan konten buatan sistem kecerdasan buatan (AI) digunakan pada platformnya.
Konten buatan Kecerdasan Buatan yang dimaksud termasuk komentar-komentar yang dimaksud memuji strategi tanah Israel di melancarkan konflik dalam Gaza. Komentar-komentar itu dipublikasikan pada bawah unggahan dari perusahaan media internasional juga pemangku kebijakan Amerika Serikat (AS).
Dalam laporan keamanan kuartalannya, Meta menyatakan akun-akun yang berkedok pelajar Yahudi, komunitas Afrika-Amerika, kemudian kelompok lainnya, memiliki target audiens pada Amerika Serikat (AS) juga Kanada.
Postingan buatan Artificial Intelligence itu juga mengatribusikan kampanyenya berafiliasi dengan firma pemasaran kebijakan pemerintah berbasis Tel Aviv, STOIC. Namun, STOIC bukan segera merespons permintaan konfirmasi dari Reuters.
Laporan ini adalah yang dimaksud pertama kali menunjukkan temuan pengaplikasian Kecerdasan Buatan berbasis teks pada media Meta, dikutipkan dari Reuters, Kamis (30/5/2024).
Peneliti mewanti-wanti bahwa pengaplikasian Kecerdasan Buatan dapat secara cepat serta terjangkau memproduksi konten merupakan gambar, audio, lalu teks, untuk menyebarkan kampanye disinformasi.
Dalam keterangan pers, eksekutif keamanan Meta mengaku pihaknya sudah pernah menghapus kampanye tanah Israel bermuatan sesat.
Lebih lanjut, Meta juga menyatakan bahwa konten-konten buatan Kecerdasan Buatan di dalam platformnya masih berjauhan dari realistis, sehingga tidaklah sulit membedakannya dengan konten asli.
“Ada beberapa contoh dalam jaringan kami yang tersebut menunjukkan tool Teknologi AI mampu menciptakan konten. Barangkali hal ini digunakan untuk menyebarkan isu secara lebih lanjut cepat serta masif. Namun, konten-konten buatan Kecerdasan Buatan ini sanggup terdeteksi,” kata Head of Thread Investigations Meta, Mike Dvilyanski.
Sebelumnya, peneliti menemukan beberapa contoh image generators dari perusahaan-perusahaan Kecerdasan Buatan besar seperti OpenAI juga Microsoft yang mana memproduksi foto-foto dengan narasi palsu. Padahal, perusahaan-perusahaan yang dimaksud mengklaim layanannya melawan penyebaran disinformasi.