BeritaMakassar.com –
Jakarta – Starlink, layanan internet berbasis satelit milik Elon Musk resmi beroperasi di dalam Indonesia pada Mei 2024 ini.
Kementerian Komunikasi lalu Informatika (Kominfo) memohonkan Starlink mematuhi aturan main dalam Tanah Air. Salah satunya Starlink merancang Network Operation Center (NOC) di dalam Indonesia.
Terbaru, Direktur Komunikasi Jarak Jauh Ditjen PPI Kominfo, Aju Widya Sari, mengungkap lokasi pusat pengawasan jaringan Starlink dalam Indonesia ada pada dekat Bekasi.
“NOC telah ada pada Indonesia itu salah satu persyaratan untuk ULO dan juga telah bisa jadi membuktikan kalau NOC-nya ada di area Indonesia,” kata Aju ketika ditemui usai acara Ericsson Imagine Live 2024, di area Jakarta, beberapa hari yang lalu.
“Sudah ada NOC sebelum izin terbit, dalam Karawang serta Cibitung ada satu. Bisa remote gateway di area Cibitung diremote ke Karawang,” imbuhnya.
Namun menurut pakar keamanan siber sekaligus Chairman Lembaga Investigasi Keselamatan Siber (CISSReC) Pratama Persadha, hal yang dimaksud lebih besar penting kemudian mendesak adalah agar Starlink menyediakan Network Access Provider (NAP) di area Indonesia.
Starlink diketahui telah bekerjasama dengan NAP lokal untuk layanan backbone internetnya supaya mendapatkan ijin ISP (Internet Service Provider).
Sehingga, apabila memang sebenarnya diperlukan tindakan yang dimaksud sanggup meningkatkan pertahanan serta keamanan negara pada pada waktu krisis seperti penyadapan atau sensor, dapat dilaksanakan melalui perusahaan NAP yang tersebut mengedarkan layanan backbone internetnya ke Starlink.
Hal yang dimaksud ia nilai lebih lanjut baik dikarenakan sebelumnya Starlink tidaklah ingin bekerja serupa dengan NAP lokal lalu akan menggunakan Laser Link yang dimaksud menghubungkan setiap satelitnya sebagai backbone internet untuk layanan dalam Indonesia.
“Jika hal yang dimaksud terjadi maka pemerintah tidaklah akan dapat melakukan apapun dikarenakan semua infrastruktur yang mana dipergunakan bukan ada yang dimaksud dapat mematuhi peraturan juga hukum yang mana ada di dalam Indonesia,” kata Pratama pada keterangan tertulisnya.
Selain itu dengan akan semakin masifnya perkembangan Starlink juga menyebabkan hambatan baru untuk aparat penegakan hukum juga intelijen, sebab alat-alat lawfull intercept kemudian monitoring yang dimaksud telah dia miliki tiada akan terpakai akibat perbedaan teknologi yang digunakan dipergunakan.
“Hal yang dimaksud menyebabkan seolah-oleh aparat penegakan hukum juga intelijen kita buta lalu tuli terhadap komunikasi yang dimaksud dilewatkan Starlink tersebut,” kata Pratama.
Meskipun pada waktu ini kegiatan lawfull intercept dan juga monitoring masih dapat dilaksanakan melalui NAP lokal dimana Starlink membeli bandwidth, namun tidak ada ada jaminan bahwa Starlink semata-mata akan menggunakan bandwith internet dari NAP lokal saja.
Karena sebetulnya, jelas Pratama, tanpa bekerja serupa dengan NAP lokal Starlink mampu memanfaatkan sistem Laser Link yang digunakan mereka itu miliki yang mana menghubungkan setiap satelitnya sebab Laser Link ini juga bisa jadi dimanfaatkan untuk menyediakan backbone ke internet.
Sehingga tanpa bekerja sebanding dengan NAP lokal pun Starlink masih mampu menyediakan backbone internetnya sendiri. Terlebih pada satu laser link yang dimaksud sanggup melewatkan trafik internet sampai 100 Gbps.
Oleh dikarenakan itu, yang mana perlu diadakan oleh pemerintah adalah bagaimana memverifikasi bahwa Starlink mengikuti persyaratan-persyaratan yang mana diberikan, sehingga bangsa ini masih mempunyai kedaulatan digital meskipun ada Starlink di dalam tanah air.
“Jangan sampai sekarang Starlink masih mau memenuhi persyaratan tersebut, namun dalam masa depan merekan bukan mentaatinya, salah satunya adalah menegaskan bahwa trafik internet pada Indonesia melalui Starlink cuma dilewatkan NAP lokal dan juga tak menggunakan laser link sebagai backbone layanan Starlink di tempat Indonesia.” pungkasnya.
Artikel Selanjutnya Starlink Mau Jualan Jaringan Internet pada RI, Ini adalah Sederet Syaratnya