[ad_1]
Jangan sampai kita kehilangan orientasi itu dan itulah yang dinamakan gerakan perubahan, gerakan Restorasi ya di situ
Jakarta (ANTARA) – Presiden Joko Widodo berharap agar masyarakat Indonesia tidak memiliki mentalitas inferiour atau rendah diri terhadap bangsa lain.
“Kita tidak ingin, saya tidak ingin (memiliki) mental Inferior, mental ‘inlander’, mental terjajah. Ini masih ada yang masih bercokol di dalam mentalitas bangsa kita, ketemu bule saja kayak ketemu siapa gitu, sedih kita, kita kadang kadang terlalu mendongak kayak gini, wong sama-sama makan nasi juga,” kata Presiden Jokowi di Jakarta, Kamis.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut saat memberikan sambutan dalam perayaan Hari Ulang Tahun Ke-10 Partai Nasional Demokrat.
“Memang kita juga sadar bahwa kita telah 350 tahun dijajah bangsa kita ini, sehingga kadang-kadang saya berpikir apakah terjajah terlalu panjang ini memunculkan sebuah ‘DNA’ yang tadi saya sampaikan? Jangan-jangan seperti itu,” ungkap Presiden.
Menurut Presiden Jokowi, meski Indonesia sudah 76 tahun merdeka, tapi “DNA” inferior masih dirasakan hadir di dalam diri masyarakat Indonesia.
“Dan merdekanya pun lewat sebuah perjuangan yang panjang, bukan diberi, tapi DNA itu yang masih terus menjadi kepikiran saya. Jangan-jangan kita memiliki tadi mental ‘inlander’, mental terjajah, mental inferior gara-gara DNA yang diturunkan karena 350 tahun kita terjajah, jangan ditepukin dong,” ungkap Presiden yang mengundang tepuk tangan peserta acara.
Untuk mengatasi “DNA inferior” tersebut, Presiden Jokowi menyebut ia meminta agar mulai membangun percaya diri dan rasa optimisme sebagai bangsa pemimpin.
“Jangan sampai kita kehilangan orientasi itu dan itulah yang dinamakan gerakan perubahan, gerakan Restorasi ya di situ,” ujar Presiden.
Presiden Jokowi meminta tidak ada orang yang memelihara mental inlander, mental terjajah maupun mental inferior.
Baca juga: Presiden Jokowi tekankan pentingnya stabilitas politik
Baca juga: Presiden tegaskan posisi Indonesia semakin dihormati oleh negara lain
“Jangan sampai nggak hilang-hilang sampai sekarang. Jangan juga ada yang memelihara, mental seperti itu jangan dipelihara karena sekali lagi kita harus ingat, kita memiliki banyak penggalan sejarah kejayaan dari pendahulu-pendahulu kita dan sekali lagi kemerdekaan Republik Indonesia ini bukan hasil dari pemberian, tetapi hasil dari sebuah perjuangan panjang,” kata Presiden menegaskan.
Sejumlah kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia menurut Presiden Jokowi adalah warisan peradaban dan ajaran budi pekerti.
“Menurut saya menjadi sebuah hal yang sangat penting sekali untuk memperkuat identitas, memperkuat karakter bangsa ini, jangan sampai kita kehilangan ajaran budi pekerti itu,” tutur Presiden menambahkan.
Dengan tetap memelihara budi pekerti dan karifan lokal, Presiden Jokowi menyebut masyarakat Indonesia dapat mengelola kehidupan secara baik.
“Ada seni dan budaya yang sangat beragam, itulah kekuatan kita. Setelah pembangunan infrastruktur secara masif, kita sekarang berkonsentrasi kepada pembangunan sumber daya manusia karena itulah yang akan menjadi fondasi kita dalam menghantarkan bangsa ini untuk maju ke depan,” ungkap Presiden.
Sehingga sebagai satu negara besar, Presiden Jokowi mengatakan Indonesia dapat memanfaatkan kebesarannya untuk mempengaruhi kebijakan kebijakan dunia.
Baca juga: Surya Paloh puji kepemimpinan Jokowi dalam penanganan pandemi COVID-19
Baca juga: Presiden Jokowi tekankan posisi strategis dalam Presidensi G20
“Tetapi yang sering saya sedih, posisi kita semakin dihargai, semakin dihormati, semakin dipandang oleh negara lain, tapi sering di negara sendiri dikerdilkan, ini yang sering membuat saya sedih,” kata Presiden.
Contohnya adalah presidensi Indonesia pada G20 atau menjadi ketua ASEAN.
“Mestinya Indonesia sebagai bangsa yang dihormati dan juga warga negara Indonesia ini juga akan merasakan kehormatan itu dan saya juga ingin kita semuanya juga ingin warga negara kita ini juga dihormati, dihargai oleh warga negara lain di mana pun WNI kita berada,” ungkap Presiden.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2021