[ad_1]
Luhut menyampaikan capaian-capaian tersebut, mulai dari Indikator aktivitas manufaktur Purchasing Managers Index (PMI) hingga hilirisasi minerba, saat memberikan kuliah umum bagi siswa Sekolah Staf dan Komandan Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung, Jawa Barat, Kamis (18/11).
“PMI Manufaktur Indonesia mencetak rekor pada Oktober 2021 dan merupakan salah satu yang terbaik di negara ASEAN,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
PMI Manufaktur Indonesia pada Maret dan April 2020 sempat mengalami penurunan yang sangat signifikan pada angka 27,5.
Berbeda halnya pada saat PPKM diberlakukan awal Juli 2021 lalu, terjadi sedikit penurunan namun langsung mengalami peningkatan yang signifikan pada Oktober mencapai 57,2.
Selain PMI manufaktur, indeks keyakinan konsumen dari Bank Indonesia yang sempat turun ke tingkat pesimis karena penerapan PPKM, telah kembali pada tingkat optimis hanya dalam waktu tiga bulan.
Saat ini Indeks Keyakinan Konsumen Oktober 2021 berada pada tingkat tertinggi di masa pandemi, yakni mencapai 113,4 dengan skala nilai optimis lebih dari 100.
Pasca pandemi, lanjut Luhut, Indonesia dihadapkan pada tantangan ekonomi yang lebih besar. Dibutuhkan pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen untuk dapat mencapai visi Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi sebelum tahun 2045.
Maka, untuk mencapai sasaran tersebut, Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan model ekonomi masa lalu, yang hanya mengandalkan ekspor komoditas. Indonesia harus bergerak menjadi negara industri, salah satunya dengan upaya hilirisasi sumber daya alam.
Indonesia, disebut Luhut memiliki cadangan sjmber daya alam yang besar untuk kebutuhan energi bersih, misalnya, nikel, bauksit, tembaga, dan timah yang permintaannya akan meningkat seiring dengan komitmen banyak negara untuk mengatasi perubahan iklim.
Melalui hilirisasi nikel, Indonesia menjadi bagian dari rantai pasokan baterai di dunia untuk mewujudkan visi penurunan emisi pada 2030 melalui penggunaan kendaraan listrik (electric vechicle/EV) atau kendaraan listrik.
“Hilirisasi sumber daya alam dapat mengurangi defisit transaksi berjalan Indonesia,” ujar Luhut.
Sebagai dampak dari hilirisasi sumber daya alam, ekspor besi dan baja Indonesia yang pada 2014 baru sebesar 1,1 miliar dolar AS pun kini meningkat pesat.
Sepanjang Januari-Oktober 2021, ekspor besi dan baja telah mencapai lebih dari 16 miliar dolar AS.
“Jika ekspor tetap bertumbuh seperti sekarang, total ekspor besi dan baja sepanjang tahun 2021 bisa mencapai 20 miliar dolar AS,” ujarnya.
Tidak hanya itu, pertumbuhan ekonomi di daerah yang melakukan hilirisasi sumber daya alam pun akan mampu meningkat tinggi.
Pada triwulan III 2021, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah dan Maluku Utara mampu mencapai masing-masing sebesar 10,2 persen dan 10,4 persen, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3,5 persen.
Baca juga: Menko Luhut tekankan pentingnya adaptasi di tengah tantangan ekonomi
Baca juga: Luhut sebut inovasi jadi pendorong pemulihan ekonomi
Baca juga: Luhut ajak Apkasi turut majukan ekonomi nasional
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Subagyo
COPYRIGHT © ANTARA 2021
[ad_2]
Source link