News  

Cerita Pemudik Rela Isolasi Mandiri di Tengah Kebun: Bukan Berarti Saya Hiraukan Pemerintah

Pemudik dari Tangerang, Poniran kini rela melakukan isolasi mandiri di tengah kebun.

BeritaMakassar.com – Pemudik dari Tangerang, Poniran kini rela melakukan isolasi mandiri di tengah kebun.

Warga Kulon Progo, DIY ini rela melakukan isolasi mandiri di tengah kebun agar tak membahayakan keluarga.

Dilansir TribunWow.com dari channel YouTube Najwa Shihab pada Kamis (30/4/2020), Poniran mengatakan bahwa dirinya pulang kampung dengan menggunakan mobil pribadi.

“Saya pulang sejak tanggal 18 jadi sudah terhitung 11 hari, 12 hari besok. Saya mengendarai mobil pribadi,” ujar Poniran.

Ia nekat pulang kampung lantaran pekerjaannya diliburkan selama dua bulan.

Selain itu, biasanya setiap sebulan sekali Poniran mengaku pulang ke kampung halaman.

“Jadi kan tempat saya bekerja libur selama dua bulan.”

“Untuk itu saya sebagai kepala keluarga itu kan tulang punggung keluarga anak istri di kampung, setiap bulan kan saya rutinitas pulang,” ungkap Poniran.

Mulanya, ia sudah meminta penjelasan kelurahan setempat di mana tempat karantina.

Karena pihak keluarga tak menyediakan, Poniran lantas berinisiatif membuat gubuk untuk dirinya melakukan isolasi mandiri.

“Berhubung pandemi jadi untuk rutinitas pulang saya siapkan tempat untuk isolasi mandiri, berhubung dari pihak kelurahan saya hubungi enggak menyediakan, saya inisiatif untuk membangun tempat karantina di kebun saya sendiri,” ungkap dia.

Ia menegaskan nekat mudik bukan bermaksud menghiraukan pemerintah.

Namun, situasinya di Tangerang sungguh tidak memungkinkan untuk menetap.

“Pertimbangan saya kenapa saya mudik, bukan berarti saya tidak menghiraukan (red-menghiraukan) pemerintah.”

“Cuma anak, istri, keluarga saya di kampung, sementara kalau di sana enggak kerja cuma istilahnya tidur makan, tidur makan enggak dapat apa-apa,” katanya.

Di kampung, Poniran mengatakan bisa bertahan hidup dengan bercocok tanam.

Poniran menegaskan selama isolasi mandiri, ia juga sendirian tanpa ada yang menemani.

“Sedangkan kalau saya dua bulan ada di kampung, pertama saya bisa bertemu keluarga yang kedua saya bisa mengolah hasil pertanian, dan selama dua bulan InsyaAllah akan memetik hasilnya.”

“Ini sudah mulai bertani selama isolasi, jadi di tempat kebun itu saya benar-benar sendiri enggak ada siapa-siapa,” ucapnya.

Poniran melanjutkan, dirinya tak bisa melakukan isolasi mandiri di dalam rumah karena keterbatasan tempat.

“Iya betul ide saya sendiri, kan terus terang ada kedua orang tua, anak istri saya, ya saya yang harus mengalah.”

“Karena memang keterbatasan tempat yang enggak ada, ya mau ga mau,” pungkasnya.

Lihat videonya sejak menit ke-1:50:

Mudik Bisa Jadi Titik Balik Virus Corona

Sosiolog Imam Prasodjo mengatakan tradisi mudik saat pandemi Virus Corona bisa menjadi titik balik bagi kondisi penyebaran Virus Corona di Indonesia.

Pemerintah resmi melarang masyarakat untuk mudik pada bulan Ramadan tahun ini.

Namun beberapa penduduk masih tidak mengindahkan aturan tersebut dan tetap bergerak untuk pulang ke kampung halamannya.

Menanggapi hal tersebut, Sosiolog Imam Prasodjo mengungkapkan bahwa mudik Lebaran tahun ini bisa menjadi standar penentu penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Ia menyebutkan adanya dua kemungkinan yang terjadi, tergantung dari kesadaran masyarakat terkait tradisi mudik tersebut.

Dilansir tayangan Indonesia Lawyers Club, Rabu (29/4/2020), Imam menyebutkan bahwa fenomena mudik ini bisa mnejadi titik balik penyebaran Virus Corona di Indonesia terutama di Pulau Jawa.

“Mudik ini satu peristiwa besar tetapi bisa menjadi turning point buat kita,” tutur Imam.

Ia mengungkapkan bahwa ada kemungkinan penyebaran Virus Corona dapat dihentikan, atau malah semakin merebak.

“Satu, kita itu sukses menyetop penyebaran virus, atau kita gagal sama sekali,” terang Imam.

Bila masyarakat masih nekat berkunjung ke kampung halamannya, bisa jadi ia menjadi sumber penularan di daerahnya.

Hal ini akan meningkatkan potensi penyebaran virus terutama bila datang dari wilayah berzona merah ke seluruh pelosok pulau Jawa.

“Sehingga virus ini menyebar secara merata di sebuah pulau bernama Pulau Jawa misalnya, yang penduduknya itu terpadat di dunia,” ujar Imam.

Ia memprediksi akan adanyanya bencana besar pandemi Covid-19 bila penyebaran tersebut yang malah terjadi.

“Kalau ini terjadi, bencana besar luar biasa akan terjadi di negeri ini.”

“Dan saya termasuk orang yang sangat tidak mengharapkan ini terjadi, dan ini perlu kesadaran semua pihak,” tegasnya.

Sebelumnya, Imam menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang komunal.

Yaitu masyarakat masih memiliki kedekatan emosional dengan kerabat dan kampung halamannya.

Dari perkembangan yang terjadi, masyarakat tersebut kemudian tersebar ke berbagai wilayah.

Karena kedekatan emosional tersebutlah tercipta tradisi mudik, di mana masyarakat yang merantau tersebut menyempatkan diri kembali pulang mengunjungi kampung halamannya.

“Memang sudah mentradisi bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun, kita itu ada tempat dimana kita itu kembali bertatap muka, kembali untuk bersilaturahmi, mendekatkan diri dengan dimana akar kita dulu,” jelas Imam.

“Nah ini adalah satu kerekatan budaya yang sudah menjadi bagian dari diri kita,” imbuhnya.

Ia kemudian menganalisis alasan masyarakat tetap nekat kembali ke kampung halamannya meskipun sudah dilarang pemerintah.

Imam menyebutkan karena tradisi tersebut telah dilaksanakan bertahun-tahun, maka saat diinterupsi mereka cenderung menolak.

Ia kemudian menuturkan bahaya yang bisa terjadi bila masyarakat masih nekat mudik terutama mereka yang datang dari wilayah episentrum Virus Corona.

Karena banyak diantara penderita Covid-19 adalah orang tanpa gejala (OTG), maka bukan tidak mungkin orang yang merasa dirinya sehat akan menularkan penyakit pada kerabatnya di kampung.

“Kalau kita itu pulang dan kita tidak tahu apakah kita mejadi pembawa virus atau tidak, karena gejalanya disini tidak jelas,” ucap Imam.

Kemungkinan penularan dari OTG akan berlipat ganda, karena orang tersebut masih bisa bebas bergerak dan beraktivitas.

Bisa jadi OTG tersebut banyak bertemu orang lain sehingga penularannya semakin tersebar luas.

“Dan kemudian kita kemungkinan menular, maka efek tularnya berlipat ganda, dan akan membuat kita ini menjadi sangat menderita.”

“Oleh karena itu kita perlu melakukan upaya-upaya preventif,” jelasnya.

Imam kemudian mengingatkan masyarakat akan adanya tanggung jawab bersama.

Kita bukan hanya bertanggung jawab pada diri sendiri, namun juga turut bertanggung jawab pada orang sekitar kita.

Sehingga masyarakat diharapkan memiliki kesadaran untuk menjaga kepentingan bersama sehingga penularan tidak makin merebak.

“Jadi tanggung jawab kita itu tidak hanya kepada diri kita sendiri supaya kita tidak tertular, tapi ada tanggung jawab supaya kita tidak menulari keluarga kita, tidak menulari kampung halaman kita,” tandasnya.

Lihat tayangan selengkapnya dari menit pertama:

Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Cerita Pemudik Rela Isolasi Mandiri di Tengah Kebun: Bukan Berarti Saya Hiraukan Pemerintah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *