Nikotin diduga membuat virus corona Sars-Cov-2, pemicu wabah Covid-19, lebih sukar masuk ke sel manusia.
BeritaMakassar.com – Menteri Kesehatan Prancis, Olivier Veran mengaku tertarik dengan eksperimen untuk menguji apakah nikotin, zat yang biasanya ditemukan pada rokok, bisa digunakan untuk melawan Covid-19.
Sebelumnya sebuah studi di Paris, Prancis pada pertengahan April menunjukkan bahwa jumlah perokok yang terinfeksi Covi-19 sangat sedikit. Studi ini mirip dengan riset di China pada Maret kemarin.
Berbekal studi ini para ilmuwan di Prancis berencana untuk menggelar eksperimen dengan memberikan nicotine patches atau semacam plester nikotin – yang biasa digunakan dalam terapi berhenti merokok- kepada pasien Covid-19 dan dokter yang merawat mereka.
“Ini kemungkinan yang menarik. Kita akan tahu lebih banyak dalam waktu dekat,” kata Veran dalam sebuah wawancara radio seperti dilansir Bloomberg, Jumat (24/4/2020).
Sebelumnya para peneliti di Prancis menduga bahwa nikotin dalam rokok yang membuat para perokok lebih sukar terinfeksi Covid-19.
Nikotin diduga membuat virus corona Sars-Cov-2, pemicu wabah Covid-19, lebih sukar masuk ke sel manusia. Nikotin juga diduga bisa meredam reaksi imun tubuh, sehingga pengidap Covid-19 tidak mengalami gejala yang parah.
Kini para peneliti di Prancis itu sedang menunggu izin dari otoritas kesehatan untuk menggelar eksperimen dengan nikotin itu kepada pasien Covid-19 dan para petugas medis di sebuah rumah sakit di Paris.
Meski demikian gagasan ini juga ditanggapi kritis oleh sejumlah pihak, termasuk Jerome Salomon – salah satu direktur jenderal di Kementerian Kesehatan Prancis.
“Kita tak boleh lupa efek negatif dari nikotin,” kata Salomon dalam wawancara dengan kantor berita AFP, menanggapi rencana eksperimen itu.
Tembakau merupakan penyebab kematian tertinggi di Prancis. Setiap tahun ada sekitar 75.000 kematian di Prancis yang berkaitan dengan rokok.
Di Eropa, Prancis adalah salah satu negara yang paling parah didera Covid-19. Jumlah kematian akibat wabah ini di Prancis sudah lebih dari 21.000 dan kasus infeksi mencapai lebih dari 155.000.
Sumber : https://www.suara.com/