Meskipun harus bertaruh nyawa di pohon pinang, Siti Hajar (35) memanjat sedikitnya 60 batang pohon pinang setiap hari demi menghidupi keluarganya.
Cuaca di pagi Kamis (6/2) begitu lembut, wartawan di Aceh, Hidayatullah, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, berkendara dari Ibu Kota Juang, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh, sejauh 26 kilometer atau sekitar 1 jam, menuju pedalaman Desa Paloh Mampree, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, untuk mencari keberadaan perempuan pemanjat pohon pinang.
“Pagi ini saya sedang kurang sehat, paha saya lecet dan lebam setelah kemarin memanjat pinang,” tutur Siti Hajar.
Siti Hajar merupakan orang tua tunggal dengan dua orang anak. Pekerjaannya sebagai pemanjat pinang tergolong berbahaya dan mengancam keselamatan. Tinggi pohon pinang yang ia panjat mencapai delapan sampai 12 meter per pohon.
“Selain dua orang anak, ada juga ibu dan abang yang hidup bersama dengan saya. Penghasilan dari memanjat pinang, untuk membeli kopi, beras, ikan, dan untuk jajan sekolah anak,” katanya.
Dalam satu hari, Siti, mampu memanjat sebanyak 60 batang pohon pinang dengan honor Rp2.000 per pohon.
“Biasanya ada orang yang menelepon menyuruh naik pinang, kemudian pinang saya bawa ke pembeli, dari hasil tersebut baru saya mendapatkan upah,” jelas Siti.
Pekerjaan berbahaya ini telah ia lakoni sejak ia masih gadis. Ia sempat berhenti setelah menikah dan dikaruniai dua orang putra, sekitar belasan tahun lalu. Sejak kepergian suaminya delapan tahun lalu, ia harus kembali menyilangkan selembar selendang ke kaki, serta sebilah arit untuk memotong pinang dari batang pohon.
“Kalau bukan musim panen pinang, biasanya saya bekerja di sawah orang, atau bekerja sebagai pemetik kacang di kebun orang,” katanya.
Siti Hajar berkisah rumah yang ditinggalinya dalam satu bulan terakhir merupakan bantuan dari Dana Desa. Ia mengaku mendamba sebuah tempat tidur dan satu televisi yang bisa dinikmati sepulang mencari nafkah.
“Dulu rumah saya dari dinding rotan, beratapkan daun rumbia dan beralas tanah, rumah baru ini baru satu bulan saya nikmati, jika ada bantuan kasur dan televisi saya sangat bersyukur,” harap Siti.
“Anak pertama baru – baru ini sudah ada yang membantu menyekolahkan ke pesantren, kalau anak kedua dia mau sekolah dan mengaji di kampung saja,” tambah Siti.
Sejauh ini Siti merupakan penerima bantuan dari Program Keluarga Harapan (PKH) senilai Rp300 – 700 ribu per tiga bulan. Selain itu ia juga menerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Kemiskinan di Bireuen
Bedasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, angka kemiskinan Aceh per September 2019 mencapai 810 ribu orang, atau 15,01 persen. Dari angka tersebut Aceh masih menduduki peringkat satu di Sumatra.
Sementara dalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2020, Aceh mendapatkan Dana Otonomi Khusus sebanyak Rp8,37 triliun.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bireuen, Murdani, mengatakan ada sekitar 60 ribu lebih orang miskin yang berada di Kabupaten Bireuen, sekitar 25 ribu lebih merupakan penerima PKH dan 35 ribu mendapatkan BPNT.
“Siti Hajar mendapatkan dua kategori bantuan tersebut,” jelas Murdani.
Murdani menambahkan bahwa Siti Hajar sudah menerima kedua bantuan tersebut sejak tahun 2012.
Selain itu, seorang pegiat sosial di Bireuen, Murni, kinerja pemerintah Kabupaten Bireuen dinilai masih belum optimal dalam hal pendataan dan penanganan masyarakat.
“Sejauh ini kinerja pemerintah masih belum optimal, karena belum mampu menjangkau ke pelosok pedesaan, sehingga masih ada warganya yang hidup tidak layak. Ibu Siti hanya contoh saja,” kata Murni.
Menurut Murni, sejuah ini banyak bantuan pemerintah yang tidak tepat sasaran. Ia juga menambahkan seharusnya pemerintah memberikan pendampingan berupa pelatihan pengembangan ekonomi sehingga masyarakat lebih mandiri dan sejahtera.
Murdani mengakui masih sangat banyak masyarakat Bireuen yang tinggal di rumah tidak layak huni. Untuk itu pihaknya mengharapkan bantuan lebih dari pemerintah provinsi dan pusat.
“Memang sangat banyak rumah yang harus direhabilitasi dan harus dibangun ulang, karena itu kita sangat butuh bantuan pemerintah Aceh dan pemerintah pusat untuk pemenuhan kebutuhan hidup rumah layak huni,” jelas Murdani.
Sumber : www.bbc.com/indonesia/