BERITAMAKASSAR.com — Dentuman keras dan berkali-kali yang dirasakan warga Jabodetabek menimbulkan pertanyaan darimana asal dentuman itu.
Dentuman misterius itu bersamaan dengan meletusnya Anak Gunung Krakatau di Selat Sunda.
Publik lalu mengaitkan dua peristiwa itu, meski kemudian dibantah oleh Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG).
Bantahan itu membuat publik makin bingung hingga memunculkan banyak spekulasi.
Hingga kemudian ada kabar terbaru bahwa dentuman itu berasal dari Gunung Salak yang tak jauh dari kawasan Jabodetabek.
Selama berjam-jam masih belum ada konfirmasi resmi meski Gunung Salak menjadi kata kunci paling dicari sepanjang Sabtu (11/4/2020) hingga Minggu.
Sebuah informasi di lini masa Twitter menyatakan, bunyi itu akibat desakan gas pada perut bumi di Gunung Salak yang tak bisa keluar seperti gunung api lainnya.
Adapula yang mengaitkan soal dentuman itu dari ranah mitos, bahwa Prabu Siliwangi mulai bereaksi terhadap kondisi yang sedang terjadi di Indonesia.
Mitos yang beredar, Gunung Salak selama ini memang lekat dengan kisah Prabu Siliwangi. Oleh sebagian orang, di kawasan itu diyakini ada sebuah istana gaib.
Di tengah beragam spekulasi, Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) memberikan informasi lanjutan.
Mereka mendapatkan laporan dari Pos Pengamatan Gunung Gede dan Gunung Salak tentang suara dentuman hebat pada Jumat (10/4/2020) malam dan Sabtu (11/4/2020) dini hari.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung API PVMBG Hendra Gunawan menjelaskan, laporan menyebut, suara dentuman itu bersumber dari gelegar petir di langit antara Gunung Gede dan Salak.
“Info identifikasi petugas pengamat yang ada di Pos Gunung Gede, ada dentuman dari hujan petir pada pukul 18.00 WIB sampai dengan 22.00 WIB,” kata Hendra, Minggu (12/4/2020), dikutip Warta Kota dari Kompas.com.
“Sedangkan info identifikasi dari petugas Pos Gunung Salak, dentuman terdengar pukul 02.00 WIB dini hari, yang diidentifikasi sebagai dentuman petir walaupun di atas pos Gunung Salak tidak hujan,” sambung dia.
Meski demikian, Hendra memastikan, aktivitas vulkanik kedua gunung tersebut masih di dalam batas normal
Tentang Gunung Salak
Gunung Salak terletak di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Puncak tertinggi Gunung Salak, 2211 meter di atas permukaan laut (mdpl)
Dikutip dari situs Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM, Gunung Salak merupakan gunungapi yang masih aktif dengan tipe strato yang hasil letusannya merupakan selang – seling antara aliran lava dan endapan piroklastik.
Kegiatan pada saat ini berupa hembusan solfatara dan fumarola di Kawah Ratu, Kawah Hirup dan Kawah Paeh
Karakter Letusan
Karakter letusan Gunung Salak adalah letusan freatik di kawah pusat dan erupsi samping.
Letusan freatik terjadi apabila terjadi akumulasi tekanan uap air yang sangat kuat di bawah permukaan bumi yang melebihi daya tahan dari lapisan permukaan tanah di atasnya.
Akumulasi uap air ini bisa terbentuk akibat sentuhan secara langsung atau tidak langsung aliran air dengan magma.
Erupsi samping merupakan erupsi yang terjadi pada daerah lereng gunungapi
Hingga saat ini, kegempaan di Gunung Salak dipantau/dimonitor secara terus menerus dengan menggunakan seismograf MEQ-800 yang dioperasikan secara telemetri.
Seismometer dipasang kurang lebih 3 Km dari Pos Pengamatan Gunungapi.
Jika ditinjau jenis gempa yang berhubungan dengan aktivitas vulkanik Gunung Salak, jenis gempa yang muncul atau direkam oleh seismograf di Pos PGA didominasi oleh jenis gempa Vulkanik-Dalam (VA), sedangkan jenis gempa Vulkanik-Dangkal jarang sekali direkam.
Berdasar dari data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), sepanjang 2018 terjadi ribuan kali gempa di gunung api purba tersebut
Sejarah letusan
Sejarah letusan G. Salak yang tercatat dalam sejarah adalah sebagai berikut:
1668-1699: Terjadi erupsi samping dan erupsi normal, erupsi yang merusak lingkungan di Gunung Salak II. Erupsi berupa letusan magmatik.
1761:Letusan Freatik di Kawah Ratu
1780: Erupsi samping, erupsi normal di Kawah Ratu
1902-1903: Erupsi samping, erupsi preatik
1919: Letusan Freatik di kawah Ratu
1923: Letusan Lumpur di kawah Cibodas
1929: Letusan Freatik di kawah Cibeureum
1935: Erupsi samping, erupsi preatik diKawah Cikuluwung Putri
1936: Letusan Freatik di kawah Perbakti
1938: Erupsi samping, erupsi preatik di Kawah Cikuluwung Putri